Sate lilit adalah salah satu makanan khas Bali yang sangat populer di kalangan warga lokal maupun para turis. Oleh karena itu, mari mengulik sate lilit masakan khas Pulau Dewata yang sangat lezat. Pada dasarnya, sate lilit adalah makanan asli Klungkung.
Namun, saat ini makanan tersebut bisa dijumpai di berbagai wilayah di Bali. Dahulu, sate lilit digunakan sebagai hidangan upacara keagamaan saja. Namun, makanan tersebut bisa dibeli dengan mudah di berbagai rumah makan atau pedagang kaki lima.
Saat berkunjung ke Bali, sebaiknya jangan lewatkan untuk mencicipi kuliner yang satu ini. Bagi kamu yang penasaran dengan rasa sate liliit, mari simak ulasan tentang sejarah dan keistimewaan makanan tersebut di artikel ini.
Mengulik Sate Lilit Masakan Khas Pulau Dewata
Istilah sate lilit asalnya dari kata 'lilit' yang berarti 'dibelit'. Sesuai namanya, hidangan ini dikemas dengan cara dililitkan ke tusuk bambu yang berbentuk pipih. Sate ini memiliki banyak keistimewaan yang masih jarang diketahui oleh warga di luar Bali.
Lalu, apa keunikan dari sate lilit? Mari mengulik sate lilit masakan khas Pulau Dewata di bawah ini:
1. Terbuat dari Aneka Macam Daging
Dahulu, olahan sate lilit hanya dibuat dengan menggunakan daging babi atau ikan laut. Seiring berkembangnya zaman dan semakin banyaknya turis di Bali, membuat kuliner di Pulau Dewata tersebut juga ikut berkembang.
Oleh karena itu, tidak heran jika variasi daging lilit di masa kini juga menggunakan daging sapi atau daging ayam. Permintaan ini didasarkan pada selera atau kebutuhan para wisatawan yang tidak dapat menyantap sate lilit dengan bahan dasar babi.
Namun, jika ingin mencicipi sate lilit yang kental dengan nuansa laut, maka daging ikan tuna bisa dijadikan alternatif terbaik untuk wisata kuliner. Dikarenakan bahan dasarnya ikan, tentu saja makanan ini bisa dikonsumsi oleh semua kalangan umat beragama.
Sate lilit umumnya tidak dimakan sendirian karena dapat disajikan dengan aneka macam menu khas Bali lainnya. Beberapa contoh hidangan yang dapat dijadikan sebagai pendamping sate lilit yakni seperti nasi hangat, sambal matah, dan pepes tuna.
Sate lilit mempunyai tampilan yang identik dengan warna kuning. Warna yang khas tersebut berasal dari kunyit bumbu basa genep yang dicampurkan bersama kelapa parut dan adonan daging.
2. Cara Pengolahan yang Unik
Cara pembuatan sate lilit cukup unik karena berbeda dengan sate pada umumnya yang kita jumpai di pinggir jalan.
Sate lilit bisa dibuat dengan daging babi, daging sapi, daging ayam, ikan, atau kura-kura. Aneka rempah yang digunakan untuk membuat masakan ini di antaranya yaitu jeruk nipis, merica, bawang merah, santan, dan parutan kelapa.
Daging yang sudah dicincang kemudian direkatkan pada batang bambu, lalu dipanggang menggunakan arang.
Tusuk sate yang digunakan untuk sate lilit berbentuk lebar dan datar, sehingga berbeda dengan tusuk sate pada umumnya yang cenderung berbentuk sempit dan tajam. Permukaan tusuk sate yang luas memungkinkan daging ini untuk bisa merekat lebih kuat.
3. Tidak Perlu Diberi Bumbu Sate
Jika sate yang populer di Indonesia menggunakan bumbu sate sebagai pelengkap hidangannya, lain halnya dengan sate lilit yang cenderung menggunakan aneka rempah-rempah sebagai bumbunya.
Daging cincang yang dibalut dengan bumbu yang gurih dan rasa yang pedas membuat hidangan ini berhasil membuat lidah kamu menari-nari.
Rasa pedas yang dihasilkan oleh sate lilit adalah perpaduan dari aneka jenis bumbu, seperti bawang merah, daun jeruk, bawang putih, dan serai. Pastinya, sate lilit sangat cocok disantap oleh lidah orang Indonesia karena menggunakan bumbu yang sangat familiar.
Sejarah Sate Lilit
Mengulik sate lilit masakan khas Pulau Dewata tidak lengkap rasanya jika tidak membahas tentang sejarahnya. Zaman dahulu, sate lilit dibuat untuk persembahan atau sesajen saat masyarakat Bali menggelar upacara keagamaan ataupun acara-acara besar lainnya.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan atau penghormatan kepada para dewa. Sate lilit senantiasa dihidangkan dalam jumlah banyak. Demi mensukseskan acara tersebut, bahkan lebih dari 100 orang pria dilibatkan dalam proses pembuatannya. Mengapa demikian?
Hal ini karena awal mulanya sate lilit hanya boleh dibuat oleh kaum laki-laki. Alasannya yakni karena proses pembakaran sate lilit di masa kini dan masa lampau cukup berbeda.
Itulah mengapa dahulu tidak ada wanita yang melakukan proses pembuatan sate lilit. Semua aktivitas, mulai dari penyembelihan, peracikan bumbu, pembakaran, dan penyajiannya dilakukan oleh laki-laki.
Dahulu, cara membakar sate lilit adalah dengan dijadikan satu pada pelepah pisang yang besar. Puluhan batang sate ini ditusukkan ke batang pisang, kemudian dibakar bersama-sama di atas api. Dalam melakukan proses pembakaran ini, tentu membutuhkan tenaga yang ekstra dan stamina yang baik.
Itulah mengapa para lelaki yang berhasil membakar sate lilit dianggap sebagai pria yang jantan dan berkarisma. Jika belum pernah melakukan proses pembakaran sate lilit, maka belum dianggap sebagai pria sejati di Bali.
Hal ini tentu berbeda dengan situasi perkembangan zaman di masa kini. Sebab, dunia kuliner juga mengalami perubahan teknologi ke arah yang semakin baik, sehingga semakin memudahkan pekerjaan manusia. Hal ini juga berlaku pada proses pengolahan sate lilit yang semakin mudah dilakukan.
Selain itu, perempuan di masa kini juga bisa mengolah dan membakar sate lilit karena tidak perlu mengeluarkan perjuangan yang besar seperti di masa lampau.
Hingga kini, sate lilit masih menjadi salah satu hidangan favorit masyarakat Bali yang cukup mendominasi di berbagai acara hajatan, mulai dari upacara keagamaan, acara kebudayaan, dan lain sebagainya.
Nilai Filosofis Sate Lilit
Sebagai salah satu kuliner Bali yang legendaris, sate lilit memiliki nilai-nilai filosofis yang hingga kini masih dipegang kuat oleh masyarakat Bali. Dibalik bentuknya yang unik, rupanya makanan tersebut memiliki pesan moral yang cukup dalam jika dipahami dengan saksama.
Jika diamati, sate lilit dibuat dengan cara dililitkan pada batang sereh. Walaupun terbuat dari bahan utama berupa daging cincang, namun dagingnya tetap bisa merekat dan tidak hancur di batang sereh ketika dibakar.
Justru, daging yang telah dicincang tersebut akan semakin erat dalam mencengkram tusukannya. Hal ini secara tersirat mengandung harapan sekaligus menggambarkan kondisi masyarakat Bali yang saling bersatu meskipun rintangan dan cobaan sering menguji jalinan persatuan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Bali hidup secara berdampingan satu sama lain dan tidak menjadikan segala perbedaan sebagai permasalahan.
Mereka hidup dengan saling membantu dan bergotong royong. Itulah mengapa banyak turis yang tertarik dengan kebudayaan Bali yang terkesan hangat dan merangkul perbedaan.
Mengulik sate lilit masakan khas Pulau Dewata dapat semakin menambah wawasan di bidang khasanah kuliner Indonesia. Saat berwisata ke Bali, jangan lupa menikmati kelezatan hidangan yang satu ini sambil bersantai menikmati udara segar di tepi pantai.